Kamis, 31 Maret 2016

PEMBAGIAN DAN TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK DI INDONESIA

PEMBAGIAN DAN TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK DI INDONESIA



B A B  I I
P E M B A H A S A N
Sebelum kita mengetahui bagaimana pembagian pajak, terlebih dahulu kita pahami apa pengertian pajak dan fungsinya itu sendiri.
Menurut  Rochmat Soemitro, Prof, Dr, S.H.  “ Pajak adalah iuran rakyat kepada Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak dapat jasa timbal balik (konsentrasi), yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar  pengeluaran umum”. 
Pajak berfungsi sebagai budgeteir, fungsi yang paling utama dari pajak yang digunakan sebagai alat atau sumber dalam meningkatkan pendapatan atau dana secara optimal ke kas Negara. Di negara Indonesia sendiri, banyak berbagai jenis pajak yang sudah diatur dalam konstitusi.
Pajak juga berfungsi untuk mengatur , yang digunakan oleh pemerintah sebagai alat atau instrument guna mencapai tujuan yang diinginkan , atau tujuan lain yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat banyak. Fungsi ini merupakan fungsi tambahan dikarenakan hal ini sebagai pelengkap dari fungsi pajak yang lain. Untuk mencapai tujuan tertentu, maka fungsi yang kedua ini sengaja diterapkan, untuk mengatur sehingga tercapai tujuan yang diinginkan.
A.    Pembagian Pajak
1.      Berdasarkan golongan
a)      Pajak Langsung
Pajak langsung adalah pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib pajak (WP) dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh : Pajak Penghasilan (PPh).
b)      Pajak Tidak Langsung
Pajak tidak langsung adalah pajak yang dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
2.      Berdasarkan sifat
a)      Pajak Subjektif
Pajak yang memperhatikan keadaan Wajib pajak. Dalam menentukan pajaknya, harus ada alasan objektif yang berhubungan erat dengan keadaan materialnya.
Contoh : Pajak Penghasilan (PPh)
b)      Pajak Objektif
Pajak yang pada awalnya memerhatikan objek yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar baru dicari subjeknya.
Contoh : Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
3.      Berdasarkan wewenang
a)      Pajak Pusat / Pajak Negara
Pajak yang wewenang pemungutannya ada pada pemerintah pusat pelaksanaannya dilakukan oleh Departemen Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak.
Contoh :  Pajak Penghasilan (PPh),  Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM),  Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Materai, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
b)      Pajak Daerah
Pajak yang wewenang pemungutannya ada pada Pemerintah daerah yang pelaksanaannya dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah.
·         Provinsi :
-  Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Di Atas Air
-  Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
-  Bea Balik Nama Kendaraan
- Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air    Permukaan
·         Kabupaten/ kota :
- Pajak Hotel
- Pajak Restoran
- Pajak Hiburan
- Pajak Reklame
- Pajak Penerangan Jalan
- Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C
- Pajak Parkir
B.       Cara Pemungutan Pajak
1.      Stelsel Pajak
Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan 3 (tiga) stelsel yaitu:
a)      Stelsel Nyata (Riel stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada objek pajak (penghasilan yang nyata) sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya telah dapat diketahui.
b)      Stelsel Anggapan (Fictieve Stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang, misalnya paenghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya sehingga pada awal tahun pajak telah dapat ditetapkan besarnya terutang.
c)      Stelsel Campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dengan stelsel anggapan pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besar pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya.
2.      Asas Pemungutan Pajak
a)      Asas Tempat Tinggal (Asas Domisili)
Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak (WP) yang bertempat tinggal diwilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak (WP) dalam negeri.
b)      Asas sumber
Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib Pajak (WP).
c)      Asas Kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu Negara.Misalnya pajak bangsa asing dindonesia dikenakan pada setiap orang yang bukan berkebangsaan Indonesia yamg bertempat tinggal di Indonesia. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN).
3.      Sistem pemungutan pajak
a)      Official assessment system
Official assessment system adalah system pemungutan pajak yang  member wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak terutang.
Ciri-cirinya :
·         Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada pemerintah (fiskus)
·         Wajib pajak (WP) bersifat pasif
·         Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh pemerintah (fiskus).
b)      Self assessment system
Self assessment system adalah system pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak (WP) untuk menghitung, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar.
Ciri-cirinya :
·         Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak (WP) sendiri.
·         Wajib pajak (WP) aktif mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak terutang.
·         Pemerintah (fiskus) tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
c)      Withholding system
Withholding system adalah system pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang yang terutang oleh Wajib Pajak (WP).

Asas Pengenaan Pajak

AsasPengenaan Pajak
mengenal 3 asas pajak yg cukup populer, yaitu:
1.      asas tempat tinggal
ini sering disebut juga asas domisili yang merupakan asas pemberlakuan pajak bagi pihak yang ditempat dia berdomisili. Dalam asas ini Negara berhak memungut pajak dari seseorang atau badan yang berdomisili diwilayahnya, baik penghasilan dari dalam maupun luar negeri. Sehingga memunculkan Subjek Pajak Dalam Negeri  seperti diatur UU no.17 thn 2000 tentang penghasilan meliputi:
Ø  subjek pajak orang pribadi, yaitu:
a.       orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam 12 bulan.
b.      orang pribadi yang dalam tahun pajak berada di Indonesa dan punya niat untuk bertempat tinggal di Indonesia
Ø  Subjek pajak badan, yaitu badan yang didirikan atau bertempat di Indonesia
Ø  Subjek pajak warisan, yaitu warisan yang belum terbagi
2.      Asas sumber
disini berarti bahwa Negara berhak untuk memungut pajak dari seluruh penghasilan seseorang atau badan yang mendapatkan penghasilannya dari seluruh wilayah Negara tersebut tanpa melihat dimana si wajib pajak itu tinggal.Sehingga muncul dengan Subyek Pajak Luar Negeri yang diatur dalam UU no.17 thn 2000 tentang pajak penghasilan.
1.    Subjek pajak orang pribadi, yaitu: orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam 12 bulan yang menerima dan memperoleh penghasialn dari Indonesia meski bukan menjalankan usaha atau pekerjaan.
2.    subjek pajak badan, yaitu badan yang tidak didirikan atau berkedudukan di Indonesia yang (a) menjalankan usaha melalui Badan Usaha Tetap (BUT) di Indonesia; dan (b) menerima/ memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak melalui BUT di Indonesia
3.      Asas kebangsaan
ini menganut bahwa setiap wajib pajak mesti membayarkan pajaknya kepada Negara berasal. Tak peduli dia hidup dimana pun.Jika subjek pajak dalam negeri wajib mengisi SPT maka untuk subjek pajak luar negeri tidak diwajibkan mengisi SPT.

Manfaat pajak dalam perekonomian masyarakat

 2.1 Manfaat pajak dalam perekonomian masyarakat
yang dibutuhkan oleh masyarakat dan membayar hutang-hutang negara.Selain itu uang pajak pun digunakan untuk menunjang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sehingga perekonomian dapat terus berkembang.Oleh sebab itu pajak sangat memegang peranan penting dalam sebuah negara.
2.3.Fungsi Pajak Bagi Pembangunan Negara
Fungsi Anggaran – Pajak dijadikan alat untuk memasukan dana secara optimal ke kas negara berlandaskan undang-undang perpajakan yang berlaku sehingga pajak disini berfungsi membiayai seluruh pengeluaran-pengeluaran yang terkait proses pemerintahan.
Fungsi Mengatur – Pajak digunakan pemerintah sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dan pelengkap dari fungsi utama pajak itu sendiri.
Fungsi mengatur dalam pajak digunakan untuk :
1.       Perbaikan iklim usaha
Fungsi pajak dalam perbaikan iklim usaha yaitu dengan (1) penurunan tarif PPh Pribadi dan Badan, hal ini ditujukan agar perusahaan dapat memproduksi lebih baik dan pasti akan menyerap tenaga kerja. (2) PPN untuk Eksplorasi MIGAS tujuannya untuk meningkatkan produksi minyak dan gas bumi serta panas bumi. (3) kebijakan-kebijakan Proteksi Terhadap Produsen Dalam Negeri diantaranya Bea Masuk ditanggung Pemerintah (BMDTP) yaitu untuk memajukan produksi dalam negeri agar dapat lebih bersaing dan ekspor meningkat dengan cara meringankan bea masuk untuk bahan baku produksi, Bea Masuk Anti Dumping (BMAD)  yaitu untuk meminimalisir praktek dumping, Bea Masuk Imbalan yaitu tambahan bea masuk yang dikenakan terhadap barang yang mengandung subsidi yang menyebabkan industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis mengalami kerugian.
2.      Perlindungan masyarakat
Pengenaan cukai merupakan salah satu fungsi pajak sebagai perlindungan terhadap masyarakat.Barang kena cukai adalah barang yang berdampak negatif bagi kesehatan, lingkungan hidup dan norma-norma serta tata tertib sehingga harus dibatasi secara ketat peredaran dan pemakaiannya. Maka cara membatasinya adalah dengan instrumen tarif, sehingga barang yang dimaksud dapat dikenai tarif cukai paling tinggi. Contohnya yaitu cukai rokok,dan cukai terhadap minuman yang mengandung alkohol.
3.      Perlindungan lingkungan
 Dalam perlindungan lingkungan pemerintah memberlakukan pajak untuk Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan hal ini dimaksudkan untuk mempertahankan ekosistem serta untuk pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.
4.      Infrastruktur publik
Dalam memperbaiki infraksturktur publik pemerintah menaikan Tarif Parkir untuk mengurangi ruang parkir dan mengurangi kemacetan lalu lintas, memberikan Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor Progresif yang bertujuan untuk mendorong kepemilikan tunggal kendaraan bermotor dalam rangka mengurangi kepadatan lalu lintas.
Institusi yang berwenang menarik dana pajak yaitu Direktorat Jenderal Pajak (DPJ), Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) yang diawasi oleh Menteri Keuangan. Hasil yang diharapkan setelah pajak digunakan untuk mengatur hal-hal diatas yaitu stabilitas ekonomi, fiskal dan SOSPOL dapat tercapai, tersedianya lapangan pekerjaan dan mengurangi penggangguran, terlindungnya hak-hak dan tertib sosial, dan keseimbangan lingkungan alam terjaga. Jika masyarakat sadar akan pentingnya pajak maka hal ini dapat meningkatkan penerimaan pajak sehingga pertumbuhan berkelanjutan sehingga mampu mengembangkan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat yang berdampak pada  tujuan negara tercapai.
Peran pajak sebagai alat untuk mengatur kebijakan sosial dapat dilihat dari sistem perpajakannya apakah dapat dikatakan efektif ,apabila pajak mampu memberikan manfaat maksimal bagi pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Hal ini akan terjadi apabila jumlahnya memadai, sehingga mampu menopang berbagai kegiatan pemerintah untuk melakukan fungsi pemerintahan dan pelayanan publik. Selain jumlah yang memadai, struturnya pun mencerminkan keadilan dalam perpajakan artinya orang-orang yang berpendapatan lebih tinggi dikenakan beban pajak yang tinggi dibandingkan orang-orang yang berpendapatan lebih rendah. Selanjutnya penggunaanya tepat sasaran, tugas pemerintah meyakinkan masyarakat apabila pajak yang dipungut dari masyarakat memenuhi asas keadilan dalam perpajakan dan akan kembali kepada masyarakat berupa sarana dan prasarana umum.
Fungsi Stabilitas – Adanya pajak membuat pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan.
Fungsi Retribusi Pendapatan – Pajak digunakan untuk mebiayai semua kepentingan umum.
2.4.Manfaat Pajak bagi Perekonomian Negara
·         Membiayai Pengeluaran Negara. Pajak memiliki manfaat dengan membiayai pengeluaran negara yang bersifat self liquiditing, contohnya pengeluaran untuk proyek produktif barang ekspor.
·         Membiayai Pengeluaran Produktif. Pajak dapat membiayai pengeluaran produktif dimana pengeluaran produktif adalah pengeluaran yang memberikan keuntungan ekonomis bagi masyarakat seperti pengeluaran untuk pengairan dan pertanian.
·         Membiayai pengeluaran yang bersifat self liquiditing dan tidak reproduktif yang contohnya adalah pengeluaran untuk pendirian monumen dan objek rekreasi.
·         Membiayai pengeluaran yang tidak produktif dimana contohnya adalah pengeluaran untuk membiayai pertahanan negara atau perang dan pengeluaran untuk penghematan di masa yang akan datang yaitu pengeluaran bagi yatim piatu

Rabu, 30 Maret 2016

Tarif pajak dan dasar pengenaannya

  TARIF PAJAK DAN PENGENAAN PAJAKwww.poltekapi.ac.id
A. Pengertian Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak
Tarif Pajak adalah dasar pengenaan pajak terhadap objek pajak yang menjadi tanggungannya. Tarif pajak biasanya berupa persentase (%).
Dasar Pengenaan Pajak adalah Nilai berupa uang yang dijadikan dasar untuk menghitung pajak yang terutang.

B. Jenis-jenis Tarif Pajak
Tarif pajak yang besarnya harus dicantumkan dalam undang-undang pajak merupakan salah satu unsur yang menentukan rasa keadilan dalam pemungutan pajak. Penentuan besarnya suatu tarif adalah hal yang krusial dimana kesalahan persepsi dalam penentuannya dapat merugikan berbagai pihak termasuk Negara. Dalam pemungutan pajak, terdapat beberapa jenis tarif pajak yang dikenal, antara lain:
1. Tarif Progresif (a progressive tax rate)
2. Tarif Proporsional (a proportional tax rate)
3. Tarif Degresif (a degressive tax rate)
4. Tarif Tetap (a fixed tax rate)
5. Tarif Advalorem
6. Tarif spesifik
7. Tarif Efektif
1. Tarif Progresif
Tarif progresif adalah tarif pemungutan pajak yang persentasenya semakin besar bila jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak juga semakin besar. Menurut kenaikan persentase tarifnya, tarif progresif dapat dibagi menjadi 3, yaitu:
 
a. Tarif pajak Progresif Progresif
Tarif pajak Progresif Progresif adalah tarif pemungutan pajak dengan persentase yang naik dengan semakin besarnya jumlah yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak, dan kenaikan presentase untuk setiap jumlah tertentu setiap kali naik.
 
b. Tarif pajak Progresif Proporsional
Tarif pajak Progresif Proporsional adalah tarif pemungutan pajak dengan persentase yang naik dengan semakin besarnya jumlah yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak, namun kenaikan presentase untuk setiap jumlah tertentu tetap.
 
c. Tarif pajak Progresif Degresif
Tarif pajak Progresif Degresif adalah tarif pemungutan pajak dengan persentase yang naik dengan semakin besarnya jumlah yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak, namun kenaikan presentase untuk setiap jumlah tertentu setiap kali menurun.
Contoh tarif pajak progresif adalah tarif untuk Pajak Penghasilan Orang Pribadi berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
Tabel 7.1 Tarif Pajak Orang Pribadi berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a
 
0Sampai dengan Rp50.000.000,00    tarif5 %
Di atas Rp50.000.000,00 s.d. Rp250.000.000,00 tarif 15 %
Di atas Rp250.000.000,00 s.d. Rp500.000.000,00 tarif 25 %
Di atas Rp500.000.000,00 tarif 30 %
Dengan demikian, tarif pajak menurut pasal 17 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi dalam negeri tersebut termasuk tarif progresif degresif.

2. Tarif Degresif
Tarif degresif merupakan kebalikan dari tarif progresif. Tarif degresif adalah tarif pemungutan pajak yang persentasenya semakin kecil bila jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak semakin besar. Namun, tidak berarti jika persentasenya semakin kecil kemudian jumlah pajak yang terutang juga menjadi kecil. Akan tetapi malah bisa menjadi lebih besar karena jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajaknya juga semakin besar.

Pajak yang terutang
Rp10.000.000,- x 15% = Rp1.500.000
Rp25.000.000,-x 13% =  Rp3.250.000
Rp50.000.000,-x 11% = Rp5.500.000
Rp60.000.000,-x 10% = Rp6.000.000
Jumlah pajak terutang
Rp16.250.000
 
3. Tarif Proporsional
Tarif proporsional tidak lagi dipengaruhi oleh naik turunnya dasar objek yang dikenakan pajak, karena tarifnya telah berlaku secara sebanding. Tarif proporsional adalah tarif pemungutan pajak yang menggunakan persentase tetap tanpa memerhatikan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak. Semakin besar jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak, akan semakin besar pula jumlah pajak terutang (yang harus dibayar). Tarif ini diterapkan dalam UU No. 18 Tahun 2000 (UU PPN dan PPnBM) yang menggunakan tarif proporsional sebesar 10%.

Pajak yang terutang
a. Rp15.000.000,- x 10% =Rp1.500.000,-
b. Rp25.000.000,-x 10% = Rp2.500.000,-
c. Rp40.000.000,-x 10% = Rp4.000.000,-
d. Rp60.000.000,- x 10% =Rp6.000.000,-
 
4. Tarif Tetap
Tarif tetap adalah tarif pemungutan pajak yang besar nominalnya tetap tanpa memerhatikan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak. Tarif ini diterapkan dalam UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (BM). Dengan adanya PP No. 24 Tahun 2000, tarif yang digunakan adalah Bea Meterai dengan nilai nominal sebesar Rp3.000,00 dan Rp6.000,00.
 
5. Tarif Advalorem
Tarif advalorem adalah suatu tarif dengan persentase tertentu yang dikenakan/ ditetapkan pada harga atau nilai suatu barang.
Misalnya PT XZY mengimpor barang jenis „A‟ sebanyak 1500 unit dengan harga per unit Rp100.000,00. Jika tarif Bea Masuk atas Impor Barang tersebut 20%, maka besarnya Bea Masuk yang harus dibayar adalah:
Nilai Barang Impor = 1500 x Rp100.000 = Rp150.000.000
Tarif Bea Masuk 20%, maka
Bea Masuk yang harus dibayar = 20% x Rp150.000.000
= Rp30.000.000
 
6. Tarif Spesifik
Tarif spesifik adalah tarif dengan suatu jumlah tertentu atas suatu jenis barang tertentu atau suatu satuan jenis barang tertentu.
Misalnya PT ABC mengimpor barang jenis „Z‟ sebanyak 1500 unit dengan harga per unit Rp100.000. Jika tarif Bea Masuk atas impor barang Rp10.000 per unit, maka besarnya Bea Masuk yang harus dibayar adalah:
Jumlah Barang Impor = 1500 unit
Tarif Bea Masuk Rp10.000, maka
Bea Masuk yang harus dibayar = Rp10.000 x 1500
= Rp15.000.000
 
7. Tarif Efektif
Tarif efektif adalah tarif dimana jumlah pajak yang dibayarkan dibandingkan dengan jumlah penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak.
Contoh: Tuan Andi mempunyai penghasilan kena pajak selama tahun 2008 sebesar Rp750.000.000. Hitung besarnya pajak yang harus dibayar!
 
a. Dengan tarif progresif menurut UU No. 17 Tahun 2000
5% x Rp25.000.000 = Rp 1.250.000
10% x Rp25.000.000 = Rp 2.500.000
15% x Rp50.000.000 = Rp 7.500.000
25% x Rp100.000.000 = Rp 25.000.000
35% x Rp550.000.000 = Rp 192.500.000
Jumlah pajak terutang Rp 228.750.000

b. Dengan tarif efektif
228.750.000 x 100% = 30,5%
750.000.000
Jika tarif efektif 30,5% tersebut dikalikan penghasilan kena pajak, maka akan dihasilkan jumlah pajak yang sama jika digunakan tarif progresif dalam perhitungannya.

kasus kasus pajak yang perna terjadi di indonesia

KASUS - KASUS PAJAK YANG PERNAH TERJADI DI INDONESIA

     Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Lembaga Pemerintah yang mengelola perpajakan negara di Indonesia adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang merupakan salah satu direktorat jenderal yang ada di bawah naungan Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Dalam hal perpajakan, ada beberapa kasus yang pernah terjadi di Indonesia. Diantaranya adalah :

1. Kasus Gayus Tambunan

          Gayus Halomoan Partahanan Tambunan atau hanya Gayus Tambunan  adalah mantan PNS di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Indonesia. Namanya menjadi terkenal ketika Komjen Susno Duadji menyebutkan bahwa Gayus mempunyai uang Rp 25 miliar di rekeningnya plus uang asing senilai 60 miliar dan perhiasan senilai 14 miliar di brankas bank atas nama istrinya dan itu semua dicurigai sebagai harta haram. Dalam perkembangan selanjutnya Gayus sempat melarikan diri ke Singapura beserta anak istrinya sebelum dijemput kembali oleh Satgas Mafia Hukum di Singapura. Kasus Gayus mencoreng reformasi Kementerian Keuangan Republik Indonesia yang sudah digulirkan Sri Mulyani dan menghancurkan citra aparat perpajakan Indonesia.
          Dalam kasus penggelapan pajak oleh pejabat pajak “ Gayus” tidak ditemukan sama sekali integritas yang tinggi, dalam hal kejujuran pejabat tersebut telah membohongi publik, dengan menggunakan uang  yang seharusnya bukan  miliknya.

               

 
2. Kasus  Penunggakan Pembayaran Pajak di Kota Bandung

          Pemerintah Kota  Bandung lamban dalam menyelesaikan piutang pajak tahun 2011 yang berjumlah sekitar Rp3,8 Miliar. Jika melihat akumulasi dari tahun 2006 hingga  2011, piutang pajak itu mencapai angka Rp 23,4 Miliar.
          Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang diterima Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), piutang itu berasal dari sektor perhotelan  Rp344 juta, restoran Rp 539 juta, hiburan Rp 72 juta, reklame Rp 469 juta, parkir Rp59 juta, BPHTB Rp2,1 miliar dan air tanah 135juta.
          Dinas Pendapatan Daerah juga  harus berkoordinasi dengan dinas-dinas yang mengeluarkan izin usaha.Kedepan,  untuk menghindari hal itu terulang, sebelum pengusaha menjalankan izin usahanya terlebih dahulu membayar pajak. 

 3. Kasus Pajak Asian Agri

          Asian Agri Group diultimatum Kejaksaan Agung untuk segera melunasi denda kepada negara sebesar Rp 2,5 triliun lebih. Dirjen Pajak Kemenkeu Fuad Rahmany menyebut penggelapan pajak yang dilakukan Asian Agri sebagai kejahatan terstruktur.
          Fuad menjelaskan, kasus Asian Agri dimulai dari temuan Ditjen Pajak pada tahun 2007. Setelah temuan itu, Ditjen Pajak melakukan koordinasi dengan Kejaksaan Agung dan saling melengkapi berkas sehingga dapat ditempuh langkah penuntutan.
          Canggihnya kejahatan penggelapan pajak yang dilakukan Asian Agri terlihat dari keberadaan tim khusus di perusahaan kelapa sawit tersebut yang bertugas merekayasa angka pajak perusahaan.
Ahli hukum pidana, Prof Prof Romli Atmasasmita, mengapresiasi pola penegakan hukum yang dilakukan Dirjen Pajak bekerjasama dengan Kejagung dan Kementerian BUMN. Kementerian BUMN diminta Kejagung untuk melakukan pendampingan penyitaan Asian Agri, agar perusahaan kelapa sawit papan atas itu tetap dapat berlangung meski disita negara. 


        


4. Kasus Wilmar Group

           Nama Wilmar Group identik sebagai juragan kepala sawit dan produk turunannya di Indonesia. Sang pendirinya, Martua Sitorus, pun menjadi kaya-raya dari roda usaha 67 perusahaan yang bernaung di bawahnya. Martua tercatat sebagai orang terkaya nomor tujuh di Indonesia menurut majalah Forbes, dengan kekayaan US$ 2 milyar atausekitar Rp 22 trilyun.
          Namun nama besar Wilmar Group itu belakangan tercoreng oleh laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) kepada Panitia Kerja (Panja) Mafia Perpajakan Komisi III DPR.
Ketua Panja Mafia Perpajakan, Tjatur Sapto Edy, menjelaskan bahwa pihaknya memang meminta PPATK untuk menelusuri transaksi-transaksi di bidang perpajakan yang mencurigakan, termasuk di dalamnya transaksi pajak Wilmar.
          Menurut PPATK terdapat ekspor barang yang tidak didukung dokumen valid sekitar Rp 6 trilyun. Selain itu ada pula kejanggalan penyimpanan uang restitusi pajak Wilmar periode 2009-2010. Nilainya Rp 3,5 trilyun, yang dimasukkan ke rekening pinjaman. Seharusnya, restitusi itu dipakai untuk pembayaran. Atas dua temuan itu, PPATK memperkirakan kerugian negara sebesar Rp 600 milyar dan Rp 3,5 trilyun. 
          Temuan baru PPATK itu menjadi bukti anyar adanya dugaan permainan pajak oleh WNI dan MNA yang sebelumnya diungkap Mohammad Isnaeni, Kepala Kantor Pelayanan Pajak Besar Dua. Isnaeni mengirim surat bersifat rahasia kepada Direktur Jenderal Pajak tentang kejanggalan pajak WNI dan MNA. 
          Kasus dugaan permainan pajak Wilmar itu juga sudah sampai ke meja Andi Nirwanto, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung. Bersama tim, Andi menelisik dugaan tindak pidana perpajakan itu.
          Dari hasil pemeriksaan, tak ditemukan adanya unsur pidana, sehingga pada pertengahan tahun ini, Gedung Bundar mengembalikan berkas dugaan permainan pajak Wilmar itu ke Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak.
          Pengembalian kasus pajak Wilmar ke Ditjen Pajak itu diiringi isu tak sedap yang memapar Gedung Bundar. Andi Nirwanto diisukan menerima suap Rp 80 milyar dari Wilmar. Jaksa Agung Basrief Arif pun melansir janji untuk memeriksa Jampidsus terkait isu suap tersebut. Dari hasil pemeriksaan internal yang dilakukan, Basrief memastikan tak ada suap untuk Andi.


       



          Demikianlah beberapa kasus dalam bidang perpajakan yang terjadi di Indonesia. Semoga negara kita tercinta ini dapat lebih serius dalam pembayaran dan penanganan pajak, supaya kasus-kasus seperti di atas tidak akan pernah terjadi lagi. www.poltekapi.ac.id